812
asalamualaikum,selamat pagi,siang,malam,semoga berkah berlimpah,aminAsep Sudrajat beserta istrinya,
Asih, hampir dua puluh tahun
menabung demi mewujudkan
cita-cita pergi haji. Dengan hasil
dagang di toko kecilnya, sedikit
demi sedikit mereka sisihkan
demi cita-cita itu. Alhamdulillah,
jumlahnya kini mencapai Rp.
50.830.000. Sementara biaya haji
pada saat itu berkisar kurang
lebih Rp 27 juta per orang.
Suatu pagi, Asep mendengar
kabar bahwa kang Endi, kawan
karibnya berjamaah shalat di
Masjid, terdera tumor tulang dan
dirawat di RSHS, Bandung.
Bersegeralah, Asep menjenguk
kawan karibnya itu.
Sesampainya di sana, kang Endi
masih berada di ruang ICU. Dari
penuturannya, Asep tahu bahwa
tumor tulang tersebut harus
diangkat segera, karena dapat
menjalar ke bagian tubuh lain.
Di hari kedelapan, sahabatnya itu
telah dipindah ke ruang rawat
inap kelas 3. Di hari kesebelas,
kebetulan Asep sedang berada di
sana. Seorang perawat
membawa surat dari rumah
sakit, bahwa untuk membuang
tumor harus dijalankan operasi
yang menelan biaya hampir 50
juta. Padahal, keluarga kang Endi
sudah menguras habis tabungan
mereka.
Hari kedua belas, ketiga belas, …
kondisi pasien semakin parah.
Pemandangan itu menyentuh
relung hati Asep yang terdalam.
Maka, di pinggir ranjang
sahabatnya, Asep pun
mengambil sebuah keputusan
besar. Setelah berpamitan, ia
bergegas pulang.
***
Di rumah, Asep lalu
menyampaikan keputusannya itu
kepada Asih, sang istri.
“Bu, kang Endi kondisinya
semakin memburuk. Ia harus
dioperasi segera. Keluarganya
kebingungan, sebab biaya
operasi itu hampir Rp 50 juta,”
kata Asep membuka
pembicaraan.
Asih pun mulai merasa iba
dengan penderitaan Kang Endi.
“Kasihan mereka ya, Pak! Kita
bisa bantu apa?”
“Kalau ibu berkenan, bagaimana
bila dana tabungan haji kita
diberikan saja?”
“Diberikan?! Waduh pak, hampir
dua puluh tahun kita nabung,
masa’ bisa pupus seketika?”
tolak Asih.
“Bu, banyak orang yang berhaji,
belum tentu mabrur di sisi Allah.
Bapak yakin bila kita menolong,
Insya Allah, kita akan ditolong
juga oleh-Nya,” kata Asep,
menohok relung hati Asih.
Paginya, Asep dan Asih pun
datang berdua datang ke RSHS
membawa sebuah amplop tebal
berisi uang sejumlah 50 juta
yang tadinya mereka siapkan
untuk berhaji.
Usai membacakan doa untuk
pasien, keduanya menghampiri
istri kang Endi, lalu meyerahkan
amplop tersebut. Suasana pun
haru seketika.
Esoknya, sebelum operasi, dokter
spesialis tulang yang selama ini
menangani kang Endi sempat
berbincang dengan keluarga.
“Doakan ya agar operasi berjalan
lancar dan Pak Endi semoga lekas
sembuh! Kalau boleh tahu,
darimana dana operasi ini
didapat?” tanya dokter, karena ia
tahu keluarga tidak memiliki
dana.
Istri Kang Endi menjawab,
“Alhamdulillah, ada seorang
tetangga kami yang rela
membantu, Dok!”
“Memangnya, beliau usaha apa?
Kok mau membantu dana hingga
sebesar itu?” Di benak dokter,
pastilah pak Asep adalah seorang
pengusaha sukses.
“Dia hanya punya usaha toko
kecil di dekat rumah kami,” istri
kang Endi menimpali.
“Seorang pak Asep yang hanya
punya toko kecil saja mampu
membantu saudaranya. Kamu
yang seorang dokter spesialis
dan kaya raya, tidak tergerak
untuk membantu sesama,” suara
hati sang dokter. Pembicaraan
itu usai, dan dokter pun masuk
ke ruang operasi.
Alhamdulillah operasi berjalan
sukses dan lancar. Kang Endi
tinggal menjalani masa
penyembuhan pasca operasi.
Suatu hari, pak dokter sedang
memeriksa kondisi kang Endi.
Kebetulan pak Asep sedang
berada di sana. Keduanya pun
berkenalan. Pak dokter memuji
keluasan hati pak Asep. Pak Asep
hanya mampu mengembalikan
pujian itu kepada Pemiliknya,
Allah SWT. Hingga akhirnya, pak
dokter meminta alamat rumah
pak Asep secara tiba-tiba.
***
Malam itu, toko belum lagi
ditutup, ketika tiba-tiba sebuah
mobil diparkir di luar pagar
rumah Asep. Nampak sosok pria
dan wanita turun dari mobil itu.
Begitu mendekat, tahulah Asep
bahwa pria yang datang adalah
pak dokter yang pernah
merawat sahabatnya kemarin.
Dokter dan istrinya pun
dipersilakan masuk. Mereka
berempat terlibat pembicaraan
hangat.
Asep pun menanyakan maksud
kedatangan pak dokter dan istri.
Dokter menjawab bahwa ia
datang hanya untuk
bersilaturahmi.
“Asep dan ibu, saya dan istri
berniat berhaji tahun depan.
Saya mohon doa bapak dan ibu
agar perjalanan kami
dimudahkan.” Asep dan Asih
menjawab serentak, “Amien!”
“Selain itu, agar doa bapak dan
ibu semakin dikabul oleh Allah,
ada baiknya bila dilakukan di
tempat-tempat mustajab di kota
suci Mekkah dan Madinah.”
Kalimat yang diucapkan pak
dokter kali ini membuat bingung
Asep dan Asih.
“Maksud pak dokter?”
“Ehm, maksud saya, izinkan saya
dan istri mengajak bapak dan
ibu untuk berhaji bersama kami
tahun depan.”
Kalimat itu berakhir menunggu
jawaban. Sementara jawaban
yang ditunggu tak kunjung
datang, hingga air mata
keharuan menetes di pipi Asep
dan Asih.
Mereka hanya mampu
mengucapkan terima kasih
berulang-ulang. Usai pak dokter
pulang, keduanya tersungkur
sujud tanda syukur yang
mendalam kepada Allah Yang
Maha Pemurah.